Batik Kraton
Pada zaman dahulu, pembuatan batik
yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh putri-putri di
lingkungan kraton dipandang sebagai kegiatan penuh nilai kerokhanian
yang memerlukan pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa dengan
dilandasi permohonan, petunjuk, dan ridho Tuhan Yang Maha Esa. Itulah
sebabnya ragam hias wastra batik senantiasa menonjolkan keindahan abadi
dan mengandung nilai-nilai perlambang yang berkait erat dengan latar
belakang penciptaan, penggunaan, dan penghargaan yang dimilikinya.
Batik kraton adalah wastra batik dengan pola tradisional, terutama yang
semula tumbuh dan berkembang di kraton-kraton Jawa. Tata susunan ragam
hias dan pewarnaannya merupakan paduan mengagumkan antara matra seni,
adat, pandangan hidup, dan kepribadian lingkungan yang melahirkannya,
yaitu lingkungan kraton.
Pada awalnya pembuatan batik Kraton secara keseluruhan yaitu mulai dari
penciptaan ragam hias hingga pencelupan akhir, kesemuanya dikerjakan di
dalam Kraton dan dibuat khusus hanya untuk keluarga raja. Seiring dengan
kebutuhan wastra batik di lingkungan Kraton yang semakin meningkat,
maka pembuatannya tidak lagi memungkinkan jika hanya bergantung kepada
putri-putri dan para abdi dalem di Kraton, sehingga diatasi dengan
pembuatan batik diluar Kraton oleh kerabat dan abdi dalem yang bertempat
tinggal di luar Kraton. Usaha rumah tangga ini berkembang menjadi
industri yang dikelola oleh para saudagadan mulai berkembang di luar
Kraton dalam bentuk batik Sudagaran dan Batik Pedesaan. Batik Kraton
terdapat di Kasunanan Surakarta, Kasultanan Jogjakarta, Pura
Mangkunegaran dan Pura Pakualaman. Perbedaan utama dari keempat Batik
Kraton terletak pada bentuk, ukuran, patra dan nuansa warna soga
(coklat).
Batik Kraton Jogjakarta
Desain Batik Kraton Jogjakarta, Grompol |
Jogjakarta sebagai ibukota dan kerajaan di Jawa, dikenal sebagai jantung
seni batik. Desain batik Jogja sangat unik yaitu mengembangkan
kombinasi beberapa motif geometris.Contoh desain Batik Jogja adalah:
Grompol dan Nitik.
Grompol biasa digunakan untuk acara pernikahan. Grompol berarti datang
bersama, menyimbolkan kehadiran bersama semua hal yang baik, seperti;
nasib baik, kebahagiaan, anak dan perkawinan yang harmonis. Nitik
merupakan motif yang banyak ditemui di Jogja. Selama perayaan tahunan
kolonial (Jaarbeurs) di masa penjajahan Belanda, seorang produsen batik
memberinama Nitik Jaarbeurs untuk motif yang mendapat penghargaan.
Batik Kraton Surakarta
Batik Surakarta: Sawat/Lar |
Surakarta atau Solo adalah satu dari dua kesultanan Jawa, dengan segala
tradisi dan adat-istiadat kraton yang merupakan pusat kebudayaan
Hindu-Jawa. Kraton bukan hanya kediaman raja, tetapi juga pusat
pemerintahan, keagamaan dan kebudayaan yang direfleksikan dalam seni
daerah, terutama pada ciri batiknya: motif, warna dan aturan-aturan
pemakaiannya. Di Solo terdapat beberapa aturan khusus tentang pemakaian
batik, meliputi: satus tsosial pemakai dan acara khusus di mana batik
harus digunakan dalam hubungannya dengan harapan atau berkah yang
disimbolisasi melalui desain batik.
Desain batik Solo juga sering dihubungkan dengan kultur Hindu Jawa,
simbol Sawat dari mahkota atau kekuasaan tertinggi, simbol Meru dari
gunung atau bumi, simbol Naga dari air, simbol Burung dari angin atau
dunia bagian atas dan simbol Lidah Api dari api. Beberapadesain
tradisional yang dipakai pada acara-acara penting, misalnya: Satria
Manah dan Semen Rante yang dikenakan pada saat acara lamaran pengantin.
Batik Surakarta, Desain Kain Panjang |
Desain Kain Panjang dibuat dalam workshop Panembahan Hardjonagoro,
Surakarta pada awal 80'an, bermotif kombinasi pengaruh beberapa daerah,
tetapi secara keseluruhan gaya dan warnanya tipikal desain Solo. Kain
panjang adalah kain dua kali setengah meter, yang digunakan sebagai
sarung formal.
Batik Pura Mangkunegaran
Gaya motif Pura Mangkunegaran serupa dengan batik Karaton Surakarta, tetapi dengan warna soga cokelat kekuningan. Meski demikian batik pura Mangkunegaran selangkah lebih maju dalam penciptaan motif. Hal ini tampak dari banyaknya motif batik pura Mangkunegaran. Motif batik pura Mangkunegaran antara lain: buketan pakis (karya Ibu Bei Madusari), sapanti nata, ole-ole, wahyu tumurun, parang kesit barong, parang sondher, parang klithik glebag seruni, liris cemeng (karya Ibu Kanjeng Mangunkusumo).
Batik Pura Mangkunegaran
Gaya motif Pura Mangkunegaran serupa dengan batik Karaton Surakarta, tetapi dengan warna soga cokelat kekuningan. Meski demikian batik pura Mangkunegaran selangkah lebih maju dalam penciptaan motif. Hal ini tampak dari banyaknya motif batik pura Mangkunegaran. Motif batik pura Mangkunegaran antara lain: buketan pakis (karya Ibu Bei Madusari), sapanti nata, ole-ole, wahyu tumurun, parang kesit barong, parang sondher, parang klithik glebag seruni, liris cemeng (karya Ibu Kanjeng Mangunkusumo).
Batik Pura Pakualaman
Pada awalnya wilayah Pakualaman merupakan bagian dari Kasultanan Yogyakarta. Pada tahun 1813 Kasultanan dibelah menjadi Kasultanan Ngayogjakarta dan Kadipaten Pakualaman sebagai akibat persengketaan antara Kasultanan Yogyakarta dengan Letnan Gubernur Jendral Inggris, Thomas Stamford Raffles. Oleh karena itu unsur budaya dan motif batiknya memiliki bayak persamaan.
Gaya motif pura Pakualaman berubah sejak Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Paku Buwono X. Sehingga kemudian motif batik Pakualaman kemudian tampil dalam paduan antara motif batik Yogyakarta dan warna batik karaton Surakarta. Motif batik Pakualaman diantaranya : candi baruna, peksi manyura, parang barong seling sisik, parang klitik seling ceplok, parang rusak seling huk, sawat manak, babon angrem.
Batik Keraton Cirebon
Cirebon dibawah pemerintahan Sunan Gunung Jati merupakan pusat kerajaan islam tertua di Jawa dan sekaligur merupakan pelabuhan penting dalam jalur perdagangan dari Persia, India, Arab, Eropa dan Cina. Kedua karatonnya, yaitu kasepuhan dan kanoman, menghasilkan batik dengan motif dan gaya yang tidak terdapat di daerah lain. Motif batik cirebon menunjukkan adanya pengaruh budaya Cina. Hal ini tampak pada bentuk penghiasan yang mendatar seperti lukisan ragam hias khas mega dan walasan dalam mega mendung dan wadasan. Beberapa contoh batik lainnya adalah : batik kereta kasepuhan, kapal kandas, peksi naga liman, cerita panji.
Batik Keraton Sumenep
Sumenep terletak di timur pulau Madura yang masih memiliki karaton yang masih terpelihara hingga sekarang. Berbeda dengan batik Madura batik sumeneb berwarna kecokelatan soga, hampir menyerupau batik dari karaton Mataram. Meski demikian juga terdapat batik biru tua, atau hitam dan putih namun dengan tambahan sedikit rona hijau dan merah. Ragam hias sawat dan lar diperkirakan merupakan pengaruh Mataram ketika Mataram menguasai Sumenep. Beberapa contoh batiknya adalah : lar, sekar jagad, lereng, limar buket, carcena lobang.
Batik Pengaruh Kraton
Pada awalnya wilayah Pakualaman merupakan bagian dari Kasultanan Yogyakarta. Pada tahun 1813 Kasultanan dibelah menjadi Kasultanan Ngayogjakarta dan Kadipaten Pakualaman sebagai akibat persengketaan antara Kasultanan Yogyakarta dengan Letnan Gubernur Jendral Inggris, Thomas Stamford Raffles. Oleh karena itu unsur budaya dan motif batiknya memiliki bayak persamaan.
Gaya motif pura Pakualaman berubah sejak Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Paku Buwono X. Sehingga kemudian motif batik Pakualaman kemudian tampil dalam paduan antara motif batik Yogyakarta dan warna batik karaton Surakarta. Motif batik Pakualaman diantaranya : candi baruna, peksi manyura, parang barong seling sisik, parang klitik seling ceplok, parang rusak seling huk, sawat manak, babon angrem.
Batik Keraton Cirebon
Cirebon dibawah pemerintahan Sunan Gunung Jati merupakan pusat kerajaan islam tertua di Jawa dan sekaligur merupakan pelabuhan penting dalam jalur perdagangan dari Persia, India, Arab, Eropa dan Cina. Kedua karatonnya, yaitu kasepuhan dan kanoman, menghasilkan batik dengan motif dan gaya yang tidak terdapat di daerah lain. Motif batik cirebon menunjukkan adanya pengaruh budaya Cina. Hal ini tampak pada bentuk penghiasan yang mendatar seperti lukisan ragam hias khas mega dan walasan dalam mega mendung dan wadasan. Beberapa contoh batik lainnya adalah : batik kereta kasepuhan, kapal kandas, peksi naga liman, cerita panji.
Batik Keraton Sumenep
Sumenep terletak di timur pulau Madura yang masih memiliki karaton yang masih terpelihara hingga sekarang. Berbeda dengan batik Madura batik sumeneb berwarna kecokelatan soga, hampir menyerupau batik dari karaton Mataram. Meski demikian juga terdapat batik biru tua, atau hitam dan putih namun dengan tambahan sedikit rona hijau dan merah. Ragam hias sawat dan lar diperkirakan merupakan pengaruh Mataram ketika Mataram menguasai Sumenep. Beberapa contoh batiknya adalah : lar, sekar jagad, lereng, limar buket, carcena lobang.
Batik Pengaruh Kraton
Batik Pengaruh Kraton menampilkan desain perpaduan ragam hias utama
batik Kraton Mataram dengan ragam hias khas daerah yang dikembangkan
sesuai selera masyarakat, lingkungan alam maupun budayanya.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, seni dan budaya
Kraton Mataram tersebar luas dan Kraton merupakan pusat kegiatan negara, yaitu pemerintahan, agama dan seni-budaya. Oleh karena itu, batik dibawa serta oleh pengikut-pengikut raja. Beberapa penyebaran batik Kraton diantranya terjadi di Banyumas oleh Pangeran Puger yang masih kerabat Kasultanan Jogjakarta, di Madura pada saat Sultan Agung menaklukan Madura dan di Cirebon pada saat Sultan Agung mempersunting putri Kraton Cirebon, sehingga batik Kraton berkembang di Cirebon, Indramayu, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut. Komposisi warna pada batik Pengaruh Kraton sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat sekitar tempat batik tersebut berkembang.
Kraton Mataram tersebar luas dan Kraton merupakan pusat kegiatan negara, yaitu pemerintahan, agama dan seni-budaya. Oleh karena itu, batik dibawa serta oleh pengikut-pengikut raja. Beberapa penyebaran batik Kraton diantranya terjadi di Banyumas oleh Pangeran Puger yang masih kerabat Kasultanan Jogjakarta, di Madura pada saat Sultan Agung menaklukan Madura dan di Cirebon pada saat Sultan Agung mempersunting putri Kraton Cirebon, sehingga batik Kraton berkembang di Cirebon, Indramayu, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut. Komposisi warna pada batik Pengaruh Kraton sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat sekitar tempat batik tersebut berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar