Motif batik Kawung konon diyakini diciptakan oleh salah satu Sultan Mataram, dan merupakan salah satu anggota Motif Larangan di samping 7 (tujuh) motif larangan lainnya seperti Parang, Parang Rusak, Cemukiran, Sawat, Udan Liris, Semen, dan Alas-alasan. Kawung juga termasuk desain yang sangat tua, terdiri dari lingkaran yang saling berinterseksi. Motif Batik Kawung dikenal di Jawa sejak abad 13 yang muncul pada ukiran dinding pada beberapa kuil/candi di Jawa, seperti Prambanan dan daerah Kediri. Selama bertahun-tahun, patra ini dilindungi hanya untuk keluarga kerajaan Kraton. Lingkaran-lingkaran, terkadang diisi dengan dua atau lebih tanda silang atau ornamen lain seperti garis-garis berpotongan atau titik-titik.
Pada awalnya batik kawung hanya dipakai di kalangan keluarga kerajaan, tetapi setelah Negara Mataram dibagi menjadi dua yaitu Surakarta dan Yogyakarta, maka batik kawung dikenakan oleh golongan yang berbeda. Di Surakarta batik kawung dipakai oleh golongan pangakat punakawan dan abdi dalem jajar priyantaka, sedangkan di Yogyakarta batik kawung dipakai oleh sentana dalem. Ada beberapa jenis motif batik kawung, antara lain kawung picis, kawung bribil, dan kawung sen. Kawung picis diambil dari nama uang pecahan 10 sen, kawung bribil diambil dari nama uang pecahan 25 sen, sedangkan untung kawung sen diambil dari nama uang pecahan 1 sen.
Buah Pohon Aren (Kolang Kaling) |
Sebagaimana kita mengenal buah aren atau kolang-kaling, buah tersebut berwarna putih yang tersembunyi di balik kulitnya yang keras. Hal ini dalam masyarakat Jawa mengandung filosofi bahwa kebaikan hati kita tidak perlu diketahui oleh orang lain. Disamping itu, pohon aren dari atas (ujung daun) sampai pada akarnya sangat berguna bagi kehidupan manusia, baik itu batang, daun, nira, dan buah. Hal tersebut mengisaratkan agar manusia dapat berguna bagi siapa saja dalam kehidupannya, baik itu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Makna lain yang terkandung dalam motif kawung ini adalah agar manusia yang memakai motif kawung ini dapat menjadi manusia yang ideal atau unggul serta menjadikan hidupnya menjadi bermakna.
Batik Motif Kawung Semar |
Salah satu motif yang merupakan modifikasi dari motif kawung adalah motif ceplok. Motif ini dihubungkan dengan kepercayaan orang Jawa (Kejawen) yaitu adanya pengakuan tentang adanya kekuasan yang mengatur alam semesta. Disini Raja dianggap sebagai penjelmaan para dewa, dan dalam melaksanakan tata pemerintahan raja dikelilingi oleh para pembantunya yaitu para bupati. Orang jawa memaknai ini sebagai “ kiblat papat limo pancer”. Empat buah motif bulatam yang merupakan lambang dan persaudaraan yang jumlahnya empat, dan satu motif titik ditengah dianggap sebagai pusat kekuasaan alam semesta. Dengan demikian motif batik kawung yang terdiri dan empat bulatan lonjong dengan titik pusatnya ditengah merupakan lambang persatuan seluruh rakyat, alam dan kepercayaan serta menggabungkan semua unsur kedelapan kesatuan tunggal yang selaras. Disamping merupakan tekad rakyat untuk mengabdi kepada raja atau ratunya, karena raja dianggap sebagai penjelmaan dewa yang merupakan pusat kekuasaan di dunia.
Dalam pewarnaan batik kawung tidak terbatas pada tiga warna (coklat, putih dan hitam atau biru) tetapi didasarkan pada bentuk filosofisnya. Hal ini ecara khusus dikaitkan dengan tiap arah mata angin yang mempunyai perlambang warna "sakti" sebagai berikut:
- Warna putih lambang kejujuran (mutmainah) dan arah timur. Arah timur mengandung arti sebagai sumber tenaga kehidupan, karena arah dimana matahari terbit.
- Warna hitam lambang angkara murka (lauwamah) dari arah utara. Arah utara mengandung arti sebagai arah kematain.
- Warna kuning lambang budi baik (supiah) dari arah barat. Arah barat mengandung arti sumber tenaga yang berkurang, karena tempat tenggelamnya matahari.
- Warna merah lambang pemarah (amarah) dari arah selatan. Arah selatan mengandung arti puncak segalanya, dihubungkan dengan zenith.
Dalam pengertian lain dijelaskan bahwa warna merah sebagai semangat kerja yang tinggi dan berani. Warna putih sebagai kesucian, bersih dan jujur. Warna hitam sebagai ketenangan, teguh dan damai, serta warna kuning sebagai penerang
Pada dasarnya bahwa batik klasik dapat menunjukan tanda-tanda bagi seseorang tentang statusnya. Pada batik kawung tanda tersebut berupa gambaran motif dan warna yang mengandung arti filosofis. Oleh karena itu untuk mengetahui peranan semiotik pada batik kawung perlu kiranya mengkaji berdasarkan aspek-aspek yang terdapat pada ketiga hubungannya, yaitu objek, media dan interpretasi.
Objek
Pada batik kawung terdapat aspek symbol, yaitu sistem tanda yang mengarah kepada suatu pengertian yang terkait dalam konvensi tertentu pada waktu itu. Symbol pada batik kawung dapat diartikan sebagai suatu wujud dari bentuk yang mempunyai maksud tertentu dalam menyatakan hal-hal yang tidak nampak. Maksud dan tujuan dari penciptaan motif pada batik kawung adalah didasar kan adanya "rasa nembah" (bersujud), mendidik berbuat sabar, hati-hati, teliti, tekun dan berbuat baik.
Media
Pada batik kawung terdapat aspek quali-sign, yaitu penampilan kualitas fisik dari bentuk motif kawung dan warnanya serta bahan yang digunakan. Pengertian motif pada batik kawung didasari oleh pohon aren yang buahnya disebut "kolang-kaling", dan bunga teratai yang mempunyai buah bentuknya bulatan lonjong sebanyak empat buah ditambah satu titik ditengahnya sebagai pusat. Warnanya terdiri dari tiga warna, yaitu putih yang berarti kejujuran, coklat berarti sabar dan biru wedel berarti keluhuran. Bahannya terbuat dari mori halus sebagai kain sinjangan yang dalam bahawa Jawa disebut jarit.
Interpretasi
Pada batik kawung terdapat aspek disent yang memberikan tanda sebagai arti kepada sesuatu yang boleh dan tidak boleh. Hal ini berhubungan dengan pemakaian batik kawung, yaitu yang berhak mengenakannya adalah para abdi dalem keraton yang kinasih, artinya abdi yang dekat dengan raja atau keluarga raja. Mulai abdi rendahan (emban dan punakawan) sampai yang berkedudukan tumenggung, dan dipakai dalam kegiatan tertentu seperti upacara ritual dan resepsi perkawinan.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada batik kawung terdapat simbol-simbol atau tanda yang menunjukan kepada sesuatu yang bersifat transenden. Simbol tersebut tidak bisa difahami secara harafiah, tetapi didalamnya terkandung perlambangan aspek ketuhanan, falsafah hidup dan konsep keselarasan hidup. Hal tersebut merupakan keselarasan hidup yang lebih baik antara kehidupan duniawi dengan kehidupan dikemudian hari (akhirat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar